Cacing Sutera

Budidaya Cacing Sutra

Cacing sutra merupakan hewan yang banya dicari oleh penggemar ikan hias dan para pembenih ikan. Kandungan gizi cacing sutra yang terdiri dari 57% protein dan 13% lemak menjadikan benih ikan tumbuh lebih cepat jika dibandingkan makanan buatan. Selain itu cacing sutra juga dipercaya dapat meningkatkan kualitas warna pada pada berbagai macam ikan hias. Dibandingkan dengan artemia harga cacing sutra lebih murah sehingga menjadi pilihan bagi pembibitan ikan. Peluang usaha budidaya cacing sutra ini terbuka lebar , mengingat sebagian besar pasokan cacing sutra adalah dari tankapan alam. Pada musim penghujan cacing sutra sangat sulit ditemukan di alam.

Usaha budidaya cacing sutra ini sebenarnya dilakukan untuk menjawab permintaan pasar yang masih sangat kurang persedianya. Jika cacing sutra bisa dibudidayakan secara maksimal, maka usaha pembenihan ikan tidak perlu susah-susah mencari cacing sutra yang langka. Untuk pemasaran cacing sutra biasanya dijual dalam bentuk fresh dan bisa dijual dalam bentuk cacing beku. Penjualan cacing sutra dalam bentuk beku akan meminimalkan resiko tercampur mikroorganisme berbahaya bagi ikan dan bisa awet disimpan dalam jangka waktu lama.

Habitat Hidup Cacing Sutra

Hal penting yang perlu difahami dalam usaha budidaya cacing sutra adalah mengenali habitat hidup asli cacing sutra. Cacing sutra banyak ditemukan pada selokan, parit, saluran air dan tempat-tempat sejenis itu yang mengandung bahan-bahan organik. Bahan-bahan organik ini biasanya berasal dari limbah rumah tangga, limbah pasar yang mengalir ke saluran pembuangan.

Cacing sutra akan hidup dan berkembang dengan baik pada lokasi tersebut dalam kondisi air yang tergenang namun tidak mengalir dengan deras. Pada media yang memiliki kandungan oksigen terlarut 2-5 ppm, Cacing sutra akan berkembang dengan cepat. Selain itu kondisi yang diperlukan adalah kandungan amonia.

Langkah Usaha Budidaya Cacing Sutra

Usaha Budidaya cacing sutra bisa dilakukan dengan mengunakan bak semen, bak terpal atau media yang lain. Yang penting cacing sutra tidak bisa meninggalkan tempat untuk budidaya. Untuk ukuran bisa menyesuaikan dengan kondisi yang ada. Tempat untuk budidaya cacing sutra diberi air dan lumpur yang halus, diusahakan yang memiliki kandungan makanan bagi cacing sutra yang cukup. Media ini bisa diisi dengan limbah kolam lele atau kotoran ayam yang sudah difermentasi atau bahan lain yang sudah sarat dengan bahan-bahan organik yang diperlukan cacing sutra.



Setelah media budidaya dimasukkan lalu diaduk-aduk hingga semua bercampur.Langkah selanjutnya adalah pengendapan selama 3-5 hari. Pastikan setelah lumpur mengendap, permukaan lumpur rata, jika belum rata , diratakan dengan alat atau kayu. Setelah lumpur mengendap dan permukaan rata, upayakan ketinggian air dari permukaan lumpur sekitar 5-10 cm.

Setelah media untuk budidaya cacing sutra siap dan lumpur halus, langkah selanjutnya adalah penebaran benih cacing sutra. Yang penting diperhatikan dalam penebaran ini adalah kepadatan tebar indukan cacing sutra. Kepadatannya kira-kira 1 liter induk cacing sutra ditebarkan pada 30m2 kolam untuk budidaya.

Langkah selanjutnya dalah perawatan bibit cacing sutra. Selama masa perawatan cacing sutra, kolam dialiri air dengan debit yang kecil, namun ketinggian air harus dijaga pada 5-10 cm. Pada masa pemeliharaan ini perlu diulangi pemberian air buangan limbah lele atau kotoran ayam yang sudah difermentasi dengan EM4.

Pada usia penebaran 10 hari, bibit cacing sutra sudah mulai tumbuh halus dengan nampak seperti benang merah yang ada di permukaan lumpur. Cacing sutra bisa dipanen dalam waktu 2 sampai 3 bulan. Pemanenan cacing sutra juga bisa dilakukan bertahap sekaligus mengurangi kepadatan dan memberi kesempatan yang lain untuk tumbuh.

Ciri-ciri jika cacing sutra siap dipanen adalah apabila lumpur dipegang akan terasa kental. Cara memanennya adalah dengan menaikkan ketinggian air menjadi sekitar 50-60 cm. Pada kondisi ini cacing sutra akan cenderung naik sehingga mudah untuk dipanen. Waktu pemanenan adalah pagi dan sore hari saat cuaca tidak terlalu panas. Lumpur diaduk-aduk kemudian dimasukkan dalam baskom untuk selanjutnya dicuci dan dibersihkan dengan saringan.

Setelah cacing sutra dibersihkan langkah selanjutnya adalah pemberokan dengan waktu 10-12 jam. Langkah pemberokan cacing sutra ini dilakukan agar cacing sutra bebas dari mikroorganise berbahaya bagi ikan hias atau benih ikan. Setelah bersih cacing sutra siap untuk dijual.
Selamat Mencoba.

Sumber :
http://galeriukm.com/agrobisnis/budidaya-cacing-sutra
4F" type="text/javascript">!-- End: http:// / --> 



BUDIDAYA CACING SUTRA (Tubifex sp) DENGAN MEDIA NAMPAN

http://mahmudsmadawangi.blogspot.com/
  ( Ditemukan Oleh : Bpk Agus Tiyoso, Wolodono, Bulu Kec. Bulu Kab. Temanggung)
Ditulis dan Dalam Pembinaan  : Mahmud Efendi, Penyuluh Perikanan Parakan

 
A.    Pendahuluan
Tehnologi perikanan belakangan ini telah berhasil memijahkan beberapa jenis ikan baik ikan hias ataupun ikan konsumsi dengan pemijahan alami ataupun buatan, akan tetapi keberhasilan dalam pemijahan larva ini tidak diikuti oleh keberhasilan dalam pengembangan teknologi pemeliharaan larva, yang ditandai dengan tingkat mortalitas yang masih tinggi. Padahal usaha budidaya ikan dan udang semakin giat dilaksanakan baik secara intesif maupun secara ekstensif. Salah satu penyebab rendahnya SR (Survival Rates/Tingkat Kehidupan) larva adalah masih rendahnya penguasaan teknologi penyediaan pakan, khususnya pakan alami.
Berdasarkan permasalahan tersebut, salah satu alternatif pemecahannya adalah mencari pakan alami yang lebih murah untuk menekan biaya akan tetapi nilai nutrisinya lebih lengkap. Penggunaan  pakan alami untuk budidaya ikan memiliki beberapa keuntungan selain harganya yang lebih murah juga tidak mudah busuk sehingga dapat mengurangi pencemaran kualitas air, lebih mendekati pada kebutuhan biologis ikan karena merupakan jasad hidup dan mempunyai kandungan gizi yang lebih lengkap jika dibandingkan dengan pakan buatan.
Salah satu diantara banyak pakan alami adalah cacing sutra atau juga dikenal dengan cacing rambut. Cacing sutra ini menjadi favorit bagi semua benih ikan yang sudah bisa memakan pakan alami. Cacing sutra ini biasanya diberikan dalam keadaan hidup atau masih segar ke dalam air karena lebih sukai ikan. Cacing sutra (Tubifex sp) cukup mudah untuk dijumpai, dan jika dibudidayakan tidaklah sulit untuk melakukannya. Kemampuanya beradaptasi dengan kualitas air yang jelek membuatnya bisa dipelihara di perairan mengalir mana saja, bahkan pada perairan tercemar sekalipun. Selain itu juga bisa bertahan lama hidup di air dan nilai gizi yang ada pada cacing ini cukup baik untuk pertumbuhan ikan. Berbagai keunggulan ini membuat Cacing sutra (Tubifex sp) menjadi primadona pakan alami bagi dunia pembenihan. Namun ketersediaan pakan alami berupa cacing sutra masih tergantung pada kondisi alam sehingga dalam waktu – waktu tertentu sulit diperoleh

Pengembangan pakan alami cacing sutra masih tergolong tradisional. Sebagian besar pemenuhan kebutuhan akan cacing sutra didapat dari alam. Hal tersebut dikarenakan teknologi budidaya dari cacing sutra ini belum berkembang dengan baik, sehingga masih mengandalkan tangkapan dari alam. Proses pengambilan cacing sutra dari alam membutuhkan penanganan khusus dan ketelatenan agar didapatkan cacing yang tahan dan dapat hidup di luar habitatnya hingga dapat didistribusaikan kepada konsumen.
Kandungan gizi cacing sutra cukup baik bagi pakan ikan yaitu berupa protein         (57 %), lemak (13,3 %), serat kasar (2,04 %), kadar abu (3,6 %) dan air (87,7 %). Kandungan nutrisi cacing sutra tidak  kalah dibanding pakan ikan alami lainya seperti Infusoria, Chalama domunas, Kotioero Monas .sp, Artemia .sp (Khairuman et al., 2008) 

B.     Budidaya Dengan Tray/Nampan Plastik
Budidaya cacing sutra dengan Tray/Nampan terhitung baru dilakukan. Sistem budidaya dengan menggunakan nampan ini baru ditemukan beberapa waktu yang lalu oleh pembudidaya cacing sutra, Bapak Agus Tiyoso. Pembudidaya tubifex sp  yang beralamat di Wolodono Kecamatan Bulu Kabupaten Temanggung ini menemukan ide budidaya dengan sistem tray ketika ada temannya bertamu dan lagi membicarakan cara budidaya cacing rambut. Ketika istrinya mau menyuguhkan minuman yang dibawa dengan nampan,  saat itulah terbersit ide untuk menggunakan nampan dalam berbudidaya “Si Emas Merah Berambut” ini.
Budidaya Cacing Sutra Dengan Media Nampan
Budidaya cacing sutra dengan menggunakan media nampan/tray ini bisa menggunakan System SCRS( Semi Closed Resirculating System). Sistem SCRS ini sebetulnya bukan hal baru pada sistem pembesaran pada budidaya udang. Sistem ini pada dasarnya mengolah dan menggunakan kembali air yang sudah dipakai pada proses budidaya udang. Pengisian air  baru dari luar sistem hanya dilakukan untuk mengganti air yang susut/berkurang akibat kebocoran ataupun evaporasi.
Pada sistem budidaya cacing sutra dengan menggunakan nampan/tray ini mempunyai beberapa keuntungan, yaitu :
1)      Lebih hemat dalam penggunaan air.
Air yang sudah melewati susunan media pada nampan/tray ditampung dengan wadah yang ada dibagian bawah rak untuk kemudian dialirkan kembali ke media yang paling atas dengan menggunakan pompa air/dab.
2)      Menghemat Penggunaan Probiotik dan Obat-obatan lainnya.
Probiotik dan obat-obatan yang dicampur pada media tumbuh/substrat budidaya cacing sutra yang ikut terbawa arus air tidak terbuang dengan percuma ke perairan luar. Probiotik yang ikut tertampung pada wadah bagian bawah wadah rak bersama air bisa digunakan kembali dengan cara dialirkan ke media yang paling atas dengan bantuan pompa air/dab.
3)      Budidaya cacing sutra dengan sistem ini tidak membutuhkan lahan yang luas, karena medianya disusun ke atas secar vertikal yang cenderung bisa juga dilahan yang sempit seperti disela-sela sekatan rumah ataupun tempat lainnya.
Agar kapasitas produksinya bisa maksimal ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan dalam budidaya tubifex sp  dengan sistem tray/nampan ini, yaitu : 
Ø  Nampan diusahakan agar yang awet dan tahan pecah, sehingga bibit yang sudah ada dimedia tidak mesti mengulang dari awal budidaya yang biasanya membutuhkan waktu 50 – 57 hari mulai dari awal sampai dengan panen.
Ø  Kayu balok dan reng bambu yang dipakai juga diusahakan agar kwalitasnya juga bagus untuk menghindari kejadian yang tidak diinginkan seperti patah/roboh akibat kayu/reng bambunya patah atau gampang rapuh.
Ø  Jumlah nampan/tray diatur sebanyak mungkin dengan tetap memperhatikan kekuatan rangka yang ada
Ø  Semakin banyak rak/susunan kerangka akan semakin banyak produksi cacing sutra yang akan dihasilkan

Produksi cacing sutra dengan media nampan, menurut informasi Bapak Agus Tiyoso Penemu Budidaya cacing sutra dengan media nampan ini, bisa mencapai 1 gelas/nampan dengan siklus panen sesudah masa panen perdana bisa 5 – 10 sehari sekali. Dengan asumsi 1 gelas = 250 ml, maka apabila kita bisa memanen 10 nampan/hari maka produksinya  akan  mencapai 2,5 liter/hari. Terkadang panennya bisa mencapai 15 – 20 nampan/hari. Jika dikalikan dengan Rp. 15.000,00 rupiah maka penghasilan dalam sehari bisa mencapai Rp. 37.500,00. Tentu saja penghasilannya bisa lebih dari itu apabila jumlah cacing sutra dalam nampan yang dipanen lebih dari 10 nampan. Jadi semakin banyak nampan yang dibuat dengan semakin banyak rak-rak budidaya cacing sutra yang dibuat maka kapasitas produksi yang ingin dicapai pun bisa semakin meningkat.
C.    Analisa Usaha
Sebuah analisis usaha sangatlah penting untuk mengetahui kelayakan suatu usaha apakah  bisa mendapatkan keuntungan yang layak atau tidak. Langkah pertama untuk menganalisa suatu usaha adalah menentukan biaya produksi kemudiabiaya produksi merupakan modal yang harus dikeluarkan untuk melakukan usaha. Biaya produksi dapat dibedakan antara biaya tetap dan biaya tidak tetap. Biaya tetap merupakan biaya yang penggunaanya tidak habis dalam satu musim produksi, sedangkan biaya variable merupakan biaya yang habis dalam satu musim produksi. Analisis finansial sangat dibutuhkan dalam usaha apapun untuk mengetahui tingkat efisiensi, serta tingkat keberhasilan usaha dan layak tidaknya usaha tersebut untuk dijalankan. 
Usaha budidaya cacing sutra dengan nampan ini sangat menjanjikan. Bayangkan hanya dengan 100 buah dan biaya produksi Rp 3.508.250,-  setahun bisa menghasilkan pendapatan dari penjualan cacing sutra setahun yang mencapai Rp 11.625.000,-.Berarti bisa mendapatkan keuntungan sebesar Rp 8.116.750,-/ 1 rangkaian rak. Penghasilan dalam 1 bulan hanya dengan 1 rangkaian rak nampan yang berisi 100 nampan besar adalah Rp 676.396,- Apabila kita mempunyai 10 rangkaian rak nampan besar maka keuntungan pertahun yang bisa didapat adalah sekitar Rp 81.167.500,-, dan penghasilan/bulannya bisa mencapai Rp 6.763.960,- sebuah penghasilan yang tinggi untuk ukuran sekarang. Apalagi dengan berbudidaya cacing sutra dengan nampan ini tidak membutuhkan lahan yang terlalu luas dan bisa juga di pekarangan atau sekatan rumah kita. 
Berdasarkan nilai pendapatan dan biaya produksi, didapatkan nilai rationya 3,31. R/C rasio tersebut menunjukkan bahwa setiap Rp.1,- biaya yang dikeluarkan untuk usaha budidaya cacing sutra dengan media kolam semen ini akan memperoleh penghasilan Rp. 3,31,-.
Untuk lebih jelasnya bisa melihat tabel analisa usaha tahunan budidaya cacing sutra dengan menggunakan nampan besar adalah sebagai berikut :


Info Tambahan :
Pada hari Kamis, 27 Juni 2013 sudah ada kunjungan dari teman-teman semarang. Mereka adalah : Bapak Budi Kuncoro, S.Pi, dari Gunung Pati, Semarang
Bpk Danar H, Jln. Pleburan Barat no 24 Semarang
Bpk Dadang M, Jln Kertanegara V/27 Semarang
Respon teman-teman dari semarang positif sekali dan berencana untuk mengembangkan Budidaya Cacing Sutra di Kampung sekitar mereka. Kelebihan dari Budidaya Cacing dengan media nampan ini diantaranya adalah bisa juga dikembangkan didaerah perkotaan dan juga bisa ramah lingkungan.

Bagi anda yang belum tahu seputar budidaya cacing sutra ini silahkan menghubungi kami di : http://www.facebook.com/mahmud.efendi.77 atau klik saja : www.mahmudsmadawangi.blogspot.com

DAFTAR PUSTAKA :
Khairuman, Amri K, dan Sihombing T. 2008. Peluang Usaha Budidaya Cacing Sutra. Jakarta: PT Agromedia Pustaka.


Monday, February 4, 2013

Cara Budidaya Cacing Sutra Untuk Pakan Ikan

Peluang bisnis budidaya cacing sutra kian terbuka seiring maraknya budidaya ikan air tawar. Cacing sutra merupakan salah satu pakan favorit ikan, terutama ikan air tawar. Cacing ini memiliki kandungan gizi dan protein tinggi, sehingga mampu mempercepat pertumbuhan ikan.

Maraknya pengembangan budidaya ikan mendorong tingginya permintaan cacing sutra. Tak heran, banyak orang kini tertarik mengembangkan usaha budidaya cacing yang memiliki nama latin tubifex ini.

Salah seorang pebudidaya cacing sutra adalah Aris asal Yogyakarta. Ia sudah membudidayakan cacing sutra sejak tahun 2009. “Budidaya cacing sutra masih menggiurkan karena banyak permintaan dari para pebudidaya ikan,” ujarnya.

Aris memiliki lima kolam budidaya cacing sutra. Masing-masing kolam memiliki ukuran 3 meter (m) x 3 m. Dalam sebulan, ia bisa memanen cacing sutra sebanyak dua kali.

Setiap panen bisa menghasilkan 180 liter hingga 300 liter cacing sutra. Cacing tersebut dijual seharga Rp 45.000 per liter. Namun, kadang harga bisa di bawah itu, tergantung harga pasar. “Harga cacing ini memang fluktuatif,” ujarnya.

Aris bisa meraup omzet sekitar Rp 15 juta per bulan. Sebagian besar pelanggannya berasal dari daerah Yogyakarta dan sekitarnya.

Menurut Aris, sebagian besar konsumennya merupakan para pebudidaya ikan air tawar. Kadang, ia juga kerap mendapatkan pesanan dari pemasok pakan ikan. Tapi, jumlahnya tidak setinggi permintaan dari para pebudidaya ikan.

Sukses beternak cacing sutra juga dirasakan Masturo di Jakarta. Sebelum terjun ke usaha ini, ia membudidayakan ikan lele. Dari budidaya lele inilah ia melihat tingginya permintaan cacing sutra.

Sejak itu, ia tertarik membudidakan cacing sutra. Masturo membudidayakan cacing sutra dalam tiga kolam yang masing-masing berukuran 3 meter (m) x 6 m.

Menurut Masturo, cacing sutra memiliki kandungan protein yang tinggi, yakni sekitar 52%. Protein tinggi ini mendukung pertumbuhan ikan. Bentuknya yang kecil dan halus juga cocok dikonsumsi ikan, terutama ikan air tawar.

Karena biaya perawatan yang relatif murah, Masturo menjual satu liter cacing sutra dengan harga yang murah pula. Yakni, hanya Rp 20.000 per liter. Dalam sehari, ia bisa menjual sebanyak 7 liter cacing sutra.

Maka, omzetnya saban bulan mencapai Rp 4 juta.Masturo memasarkan cacing sutra hasil budidayanya melalui media online. Kebanyakan pelanggannya berdomisili di Jakarta.

Sama seperti Aris, seluruh pelanggan Masturo merupakan pebudidaya ikan air tawar. “Mayoritas pelanggan saya dari Jabodetabek,” ujarnya. Pelanggan tidak ada yang dari daerah jauh sebab cacing sutra memang tidak dikirim sampai berhari-hari.

Lumpur Halus

Sayangnya, pasokan cacing ini masih terbatas karena selama ini lebih banyak mengandalkan tangkapan dari alam. Budidaya cacing ini sendiri tergolong susah-susah gampang.

Ada banyak tahapan yang harus dipersiapkan sebelum membudidayakan cacing ini. Pertama, menyiapkan kolam untuk budidaya. Luas kolam bisa disesuaikan dengan luas areal yang ada. Namun, ukuran idealnya sekitar 1 meter (m) x 2 m.

Setiap kolam harus memiliki banyak endapan lumpur halus dan dilengkapi saluran pemasukan dan pengeluaran air. Aris, salah satu pebudidaya di Yogyakarta, menyarankan agar setiap kubangan lumpur dibuat petakan kecil ukuran 20 cm x 20 cm dengan tinggi badengan sekitar 10 cm.

Lahan tempat budidaya ini harus diberikan dedak halus dan pupuk kandang yang sudah dijemur selama enam jam. Selain itu, harus juga disiapkan bakteri EM4 untuk fermentasi pupuk kandang tersebut.

Fermentasi penting karena dapat menaikkan kandungan N-organik dan C-organik sebanyak dua kali lipat. Hasil fermentasi yang sudah bercampur lumpur ini akan menjadi pakan cacing. Selama fermentasi, lahan direndam air setinggi 5 cm selama empat hari.

Selanjutnya bagian atas endapan air dibuang atau diturunkan mencapai 5 centimeter (cm)– 10 cm dari permukaan lumpur.

Kemudian lumpur diratakan dengan serok kayu dan dibiarkan selama beberapa hari, hingga lumpur halus yang ada di kolam cukup banyak. “Pastikan juga kolam steril dari hewan yang menjadi hama cacing sutra,” ujar Aris.

Setelah siap, kolam dialiri air dengan debit dua sampai lima liter per detik. Petani juga harus memasang atap untuk mencegah tumbuhnya lumut di kolam.

Selanjutnya, taburkan indukan cacing sutra sebanyak 10 gelas (2-3 liter) ke dalam kolam dan diisi air 5 cm – 7 cm. Indukan cacing ini bisa dibeli di pasar.

Panen pertama dapat dilakukan setelah cacing berumur 75 hari. Untuk selanjutnya dapat dipanen setiap 15 hari.

Waktu panen cacing sutra dilakukan pagi atau sore hari dengan cara menaikkan ketinggian air sampai 60 cm. Dengan begitu, cacing akan naik jadi mudah dipanen.

Masturo, pembudidaya cacing sutra asal Jakarta menambahkan, selain endapan lumpur, cacing juga harus diberi makanan setiap hari. Pakannya bisa ampas tahu atau kotoran ayam.

Selama perawatan, cacing juga harus dijauhkan dari anak kodok yang gemar menyantap cacing ini.

Tips Memanfaatkan Limbah Kolam Lele

Budidaya cacing sutra dengan memanfaatkan kolam ikan lele diawali pengalaman Suroto dari Kabupaten Pringsewu Provinsi Lampung.

Saat panen ikan lele air limbah organik ditampung pada kolam yang kurang produktif, setelah 2 hari air bening bagian atas dibuang. Tidak sengaja dia melihat cacing sutra bermunculan dan terus berkembang, akhirnya cacing tersebut terus dipelihara dan dibudidayakan.

Tahapannya Budidaya Cacing Sutra

Persiapan Kolam Cacing Sutra : Kolam kosong yang tidak dipakai untuk budidaya ikan lele dengan luas disesuaikan dengan areal yang ada misalnya 6-10 m2. Air limbah kolam lele diaduk-aduk dan selanjutnya pindahkan ke kolam budidaya cacing sutera dengan pompa penyedot. Hasil uji Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Laut Lampung pada bulan Juli 2010, air kolam ikan lele seminggu sebelum panen mengandung mikro algae : Lyngbya (2,35 x 103), Coelosphacrium sp (1,6 x 103) dan Sprirulina sp (2,25 x 103).

Pengendapan Air: Air diendapkan selama 3-5 hari, endapkan air bagian atas dibuang atau diturunkan sampai 5-10 cm dari permukaan lumpur. Ratakan lumpur dengan sorok kayu, biarkan selama beberapa hari. Lakukan proses ini 2 sampai 3 kali sampai cukup banyak lumpur halus yang tersedia.

Penebaran Benih Cacing Sutra: Bibit cacing indukan ditebar sebanyak 2-3 liter atau ukuran 10 gelas, kemudian diberi air sampai ketinggian 5-7 cm.

Perawatan Cacing Sutra: Usahakan air tetap mengalir kecil selama masa pemeliharaan cacing sutra dengan ketinggian air 5-10 cm. Bibit cacing sutra mulai tumbuh halus dan merata di seluruh permukaan lumpur setelah 10 hari. Ulang-ulang lagi penambahan air buangan panen lele pada kolam budidaya cacing sutra, setelah 2-3 bulan cacing sutra siap dipanen.

Pemanenan Cacing Sutra

Cacing sutra akan tumbuh setelah usia 2 minggu dari penebaran biang cacing sutera. Tapi bila tanpa penebaran biang, cacing sutera akan tumbuh lebih dari 2 bulan. Panen pertama dilakukan setelah umur cacing lebih dari 75 hari. Selanjutnya bisa dipanen tiap 15 hari sekali.

Kolam budidaya cacing sutra yang sudah siap panen bisa diketahui dari lumpur yang sudah kental bila dipegang.

Lakukan pemanenan cacing sutera pada waktu pagi atau sore hari dengan cara terlebih dahulu menaikkan ketinggian air sampai 50-60 cm supaya cacing naik kepermukaan dan memudahkan proses pemanenan.

Masukkan cacing yang masih bercampur lumpur ke dalam baskom dengan pengeruk, selanjutnya masukkan dalam ember atau bak yang berisi air dengan ketinggian lebih kurang 1 cm di atas media lumpur. Tutup ember supaya bagian dalam menjadi gelap, biarkan selama 1-2 jam.

Dengan mudah cacing dapat diambil menggunakan tangan karena cacing bergerombol di atas media lumpur. Masukkan pada bak tempat pemberokan selama 10-12 jam, selanjutnya cacing siap diberikan pada benih ikan atau dapat dijual.
(Sumber : Surabaya Post)

Sumber :
http://budidaya-ikan.com/cara-budidaya-cacing-sutra-untuk-pakan-ikan/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar